Kisah Nyata! Cerita Ulama Besar Dengan Penuh Emosional - mediaportalpacitan.com

Breaking

SELAMAT DATANG DI MEDIA PORTAL PACITAN

Rabu, 20 April 2022

Kisah Nyata! Cerita Ulama Besar Dengan Penuh Emosional


Rabu, 20 April 2022

Mediaportalpacitan.com
Pacitan - Kisah nyata ini sudah berkali - kali dan setiap dibaca tak terasa air mata telah menetes dipipi. Kisah tersebut di tahun 1990 juga ditulis di majalah SABILI.

Sebuah kisah di negeri Andalusia Sepanyol, seorang Jendral yang bernama Adolfo Roberto,  ia merupakan pemimpin penjara yang terkenal sangat bengis. Saat itu tengah memeriksa di setiap kamar tahanan.

Adapun yang ada setiap sipir penjara selalu membungkukkan badanya serendah mungkin ketika "Algojo Penjara" lewat dihadapan mereka. Jika tidak maka sepatu akan mendarat di wajah mereka.

Sang Jendral bengis Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar suara seseorang membaca Ayat Suci Al - Qur'an yang amat ia benci. 

" Hai..... hentikan suara jelekmu ! Hentikan....!!!," teriak Roberto dengan suara keras sembari membelalakan matanya.

Namum apa yang terjadi ? Lelaki di kamar tahanan tetap saja membaca dan bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. 

Lalu algojo penjara menghampiri kamar tahanan yang sempit. Dengan congkak ia meludahi wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. 

Tak puas sampai disitu, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib .....! tak terdengar sekecil pun keluh kesah kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakan kata kepatuhan kepada sang Algojo. Bibir keringnya hanya berkata lirih, " Robbi, wa ana ' abduka..." 

Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, " bersabarlah wahai Ustadz..... InsyaALLAH tempatmu di surga." 

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil Ustadz oleh sesama tahanan, algojo penjara itu bertambah memuncak amarahnya. Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras - keras hingga terjerembab di lantai.

" Hai orang tua busuk...!! Bukanlah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu, aku tidak suka apapun yang berhubungan dengan agamamu....!!!," Ucap algoji yang bengis.

Sang Ustadz lalu berucap, " sungguh aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai yaitu ALLAH SWT. Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan yang akan segera menemui - NYA. Maka patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu tentu aku termasuk manusia yang zhalim," tegas Ustadz yang mempunyai kekeuatan iman.

Baru saja kata - kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki - laki tersbut terhuyung - huyung kemudia jatuh terkapar dilantai penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itu dari saku baju meluncur sebuah Buku Kecil, Adolfo Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang Ustadz telah terlebih dulu mengambil dan menggegamnya erat - erat.

" Berikan buku itu hai laki - laki dungu !," bentak Roberto. 

" Haram bagu tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini !", Ucap sang Ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto.

Tak ada jalan lain akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku tersebut. Sepatu lara berbobot dua (2) kilogram menginjak jari - jari tangan sang Ustadz yang lemah. Suara gemertak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati.

Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki - laki bengis malah merasa bangga mendengar gemertak tulang yang putus. Bahkan algojo penjara itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari - jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh mendadak Roberto termenung dan berkata dalam hatinya. 

" Ah.... sepertinya aku pernah mengenal buju ini. Ya, aku pernah mengenal buju ini." Suara hati Roberto bertanya - tanya.

Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Sang Jendral yang berusia 30 tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan - tulisan aneh yang ada di dalam buku itu. 
Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun sekarang tak pernah di bumu Sepanyol. 

Akhirnya Robertopun duduk di samping sang Ustadz yang sedang sekarat melepas nafas - nafas terakhirnya.
Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam.

Mata Roberto rapat terpejam dan berusaha keras untuk mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak - kanak dulu.

Perlahan sketsa masa lalu mulai tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat tatkala suatu sore dimasa kanak - kanaknya telah terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. 
Sore itu ia melihat peristiwa yang sangat mengerikan dilapanganInkuisisi (lapangan dimana tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Ditempat itu tengah berlangsung temoat pesta darah dan nyawa. Beribu - ribu jiwa kaum muslimin yang tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia.

Diujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab di gantung pada tiyang - tiyang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar - kibar di udara.

Sementara ditengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup - hidup pada tiang - tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki - laki mungil tampan, berumur tujuh (7) tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkusisi yang telah senyap. Korban - korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan air matanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan.
Perlahan - lahan bocah itu mendekati tubuh sang Ummi (Ibu) yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti baju hitamnya. Sang bocah berkatabdengan suara parau, " Ummi...Ummi... mari kita pulang. Hari sudah malam. Bukankah Ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta tsa....?
Ummi ayo cepat pulang kerumah Ummi...." Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang Ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang kerumah pun ia tak tau arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapakny,  Abi....Abi....Abi...." 
Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang beseragam.

" Hai... Siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba - tiba mendekat sang bocah. 
"Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi...." Jawab sang bocah memohon belas kasih.

" Hah... Siapa namamu bocah ?
Coba ulangi !!!" 
Bentak salah seorang dari mereka " Saya Ahmad Izzah..." Sang bocah kembali menjawab dengan rasa takut. 

Tiba - tiba "plak! sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. " Hai bicah...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus.
Namamu sekarang ' Adolfo Roberto'....
Awas ! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh !" ancam laki - laki itu.

Sang bocah meeingis setakutan sembari tetap meneteskan air mata. 
Anak laki - laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar dari lapangan Inkuisisi.

Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka. Roberto sadar dari renungannya yang panjang.

Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang Ustadz. Ia mencari - cari sesuatu di pusar laki - laki itu.
Ketika ia menemukan sebuah tanda hitam, ia berteriak histeris, Abi...Abi...Abi...!!" Iapun menangis sejadi - jadinya, tak ubahnya seperti Ahmad Izza dulu.

Pikiranya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.

Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai tanda hitam pada bagia pusarnya.
Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini.
Lidahnya yang sudah berpuluh - puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, " Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa..." 
Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang Ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat orang yang tadi menyiksanya habis - habisan kini tengah memeluknya. 

" Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukan aku oada jalan itu...
Terdengar suara Roberto memelas.
Sang Ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata - kata, ia lalu memejamkan matanya.
Air matanya pun turut berlinang. 
Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini.

Sungguh tak masuk akal, ini semata - mata bukti iebesaran ALLAH. Lalu sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. " Anaku, pergilah engkau ke Mesir. Disana banyak saudaramu. Katakanlah saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al - Andalusy.
Belajarlah engkau di negeri itu" kata Ustadz dengan terbata - bata.

Setelah selesai berpesan sang Ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Dua Kalimah Syahadat" bekiau pergi menemui Robbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

Beberapa tahun kemudia Ahmad Izzah telah menjadi seorang Ulama Besar di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya.

Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuri duniq berguru kepadanya..... Al - Ustadz Ahmad Izzah Al - Andalusy. 

Sang Ulama berpesan kepada seluruh umat Islam se dunia ; janganlah engkau pilih Pemimpin yang menzholimi para Ulama dan jangan kau pilih pemimpin yang suka berdusta.
Firman ALLAH Ta'ala ; 
" Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ALLAH, tetaplah atas fitrah ALLAH yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah ALLAH. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. 30:39).

Catatan;
Semoga kisah nyata ini menjadi Iktibar bagi kita, untuk berfikir, bersikap, bertindak, dan berpihak kepada kebenaran yang hakiki. Karena harta, pekerjaan, oengaruh, pangkat, jabatan, dan kesenangan hidup di dunia ini hanya sesaat.(ags)

Tidak ada komentar: